Berawal dari stereotip soal budaya Indonesia yang biasanya dianggap sangat tradisional, Courtney ingin mengajak warga Australia untuk lebih melihat seni modern Indonesia yang dianggapnya telah mampu bersaing secara global.
Courtney Saville pernah berlajar bahasa Indonesia selama satu semester di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Ia kemudian melanjutkan studinya di Institut Seni Indonesia (ISI) pada tahun 2009.
"Sebelumnya saya tidak pernah tahu banyak soal Indonesia, saat itu usia saya masih 21 tahun dan benar-benar kaget," ujar Saville.
Ia mengaku kalau pada awalnya tidak bisa berkomunikasi dengan siapapun, tapi dari sinilah ia mengetahui kalau Indonesia adalah negara yang sangat menarik.
"Indonesia ini memang luar biasa, bisa sangat sibuk tapi santai, juga bisa terlihat gabungan antara mereka yang masih tradisional dan modern," ucapnya. "Gabungan dari aturan agama yang ketat tapi juga fleksibel."
Courtney Saville saat berkunjung ke Bukit Tinggi, Sumatera Barat (Foto: Koleksi pribadi)
Saat berada di ISI, Saville berkenalan dengan dua seniman, Ryan Ady Putra dan Okta Samid.
"Setelah pulang ke Melbourne, saya masih berhubungan dengan mereka. Mereka pun masih aktif dalam bidang seni dengan sejumlah pameran di Bali, dan proyek di Amerika Serikat, serta negara-negara di Asia lainnya."
Ia pun lantas berpikir untuk membawa keduanya ke Australia, karena menurutnya jarang ada program yang membawa seniman lain ke Australia.
"Ryan dan Okta adalah seniman yang banyak menghasilkan karya seni visual modern, sketsa, gambar, dan ilustrasi yang modern."
Keduanya pun memiliki aliran seni underground yang bergaya pop. Seolah mengangkat budaya pop mainstream dengan sentuhan yang berbeda.
Dari sinilah kemudian muncul untuk membuat proyek seni yang melibatkan Ryan dan Okta, yang ia beri nama Wonderluxe.
"Unsur tradisional Indonesia dan mistis masih ada dalam kehidupan modern di Indonesia, dan inilah yang menarik," jelas Saviille soal apa yang hendak ia sampaikan pada warga Australia lewat proyeknya tersebut.
Seni graffiti atau mural menjadi salah satu keahlian Ryan (Foto: Instagram Ryan Adi Putra)
Untuk membawa kedua seniman ini ke Australia, ia sudah mendapatkan dana bantuan dari pemerintah kota Geelong. Geelong berada sekitar 30 menit dari kota Melbourne.
Tapi dari dana tersebut akan dipakai untuk kegiatan proyek seni secara keseluruhan. Saville masih membutuhkan sekitar 3000 dolar Australia untuk keperluan dua seniman, seperti tiket pesawat, menyewa tempat tinggal, dan lain-lain.
Tak kehabisan akal begitu saja, Saville pun punya cara unik untuk menggalang dana.
Ia membuat halaman website khusus, dimana siapapun bisa ikut menjadi sponsor untuk mendatangkan dua seniman asal Jogja tersebut.
Saville juga menjelaskan bahwa masalah dana memang menjadi tantangan bagi para seniman.
"Menurut saya, di Indonesia kita melihat adanya komunitas seniman lokal yang cukup kuat dan mereka hanya mendapatkan dukungan dari sesama seniman," ungkap Saville. "
Tak hanya itu, menurut pengamatannya juga seni dan budaya Indonesia masih dianggap tradisional.
"Pandangan dunia soal seni di Indonesia masih sangat sempit. Selain itu banyak seni kontemporer dan modern yang kurang mendapat dukungan seperti seni tradisional," tambahnya.
Dukungan dari kota Geelong
Ini sudah kedua kalinya Seville membawa seniman dari Indonesia. Di tahun 2011 pun ia mendapatkan dukungan dari pemerintah Geelong.
"Kota Geelong sangat mendukung usaha saya, dan ini memberikan elemen yang berbeda pada perkembangan seni di Geelong itu sendiri, yakni elemen seni yang lebih internasional.," jelasnya.
Seville merasa bahwa proyek ini sebagai upaya untuk memperkuat hubungan Australia dan Indonesia, yang menurutnya kadang terlihat buruk dari pemberitaan media massa.
"Seni bisa memperkuat hubungan antara kedua negara, karena memiliki bahasa tersendiri. Para seniman bisa saling diskusi dan mengerjakan proyek bersama untuk membangun relasi."
Jika proyeknya ini berhasil maka Ryan dan Okta akan berkunjung ke Melbourne di bulan Mendatang. Mereka akan memberikan pelatihan bagi seniman lokal di Geelong dan murid-murid sekolah. Mereka juga akan membuat karya seni grafitti di kota tersebut.
No comments:
Post a Comment